[FRP] Welcome to Vangeline

Location : School Gate
Time : 07.30 AM

Intro
Airport Vangeline dipenuhi oleh remaja-remaja dari seluruh dunia pada saat yang bersamaan, remaja-remaja tersebut adalah remaja yang terpilih untuk bersekolah di Vangeline. Seluruh remaja itu dijemput dari Airport(town) menuju ke School Gate(vangeline school). Seluruh remaja lalu berdiri menghadap gerbang Vangeline, menunggu gerbang itu terbuka untuk mereka. Mereka yang berasal dari berbagai macam negara berkomunikasi dengan Bahasa BZZZZ sebagai bahasa Nasional di Vangeline.



----------------------------------------------------------------------------
Emma Querieth Philleas

Emma yang berdiri menghadap gerbang sekolah itu termenung, ia bingung jika ia tidak dapat bergaul dengan seluruh esper dan jenius yang ada pada sekolah Vangeline. Emma lalu memutuskan untuk duduk di bawah pohon rindang yang berdiri kokoh disebelah gerbang Sekolah.

"Ahh.... pohon ini teduh... nyaman..." Emma kemudian duduk dibawah pohon dan bersenandung kecil, menunggu jika ada murid lain yang mau berbicara dengannya.

Pagi itu Luce sudah tiba di depan gerbang sekolahnya yang baru, Vangeline School. Setelah menempuh perjalanan yang dirasanya agak lama dan membosankan itu, kali ini dia harus menghadap ke sebuah gerbang yang tertutup rapat sambil berdiri layaknya orang bodoh. Meski kakinya cukup kuat untuk berdiri dalam waktu cukup lama, tetap saja malas menunggu dibukanya gerbang dibuka sambil berdiri di tengah-tengah kerumunan remaja-remaja di sekitarnya. Sambil melihat ke sekelilingnya, ia melihat sebuah pohon yang cukup rindang dan kelihatan strategis untuk menunggu dibukanya gerbang sekolah tersebut.

Saat berjalan menuju ke pohon tersebut, dilihatnya sudah ada seorang anak yang nampak sebaya dengannya sudah duduk di bawah pohon tersebut. Ternyata ada juga anak yang berpikiran sama dengannya untuk duduk di bawah pohon yang teduh itu. Ia pun meneruskan langkahnya ke samping anak itu dan langsung duduk sambil merenggangkan badannya yang agak capek akibat perjalanan yang ia tempuh sebelumnya.

"Ahh.... pohon ini teduh... nyaman..."

Didengarnya anak di sebelahnya berbicara dan bersenandung, nampaknya dia menikmati kenyamanan yang ia rasakan di bawah pohon itu. Ia pun mengangguk sedikit sebagai tanda setuju akan ungkapan anak di sebelahnya itu.

"Ah di sini benar-benar nyaman yah.." ucapnya sambil menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya seiring dengan disandarkannya punggungnya ke pohon itu.

Location : School Gate
Time : 07.30 AM


Tampang cowok Prancis ini udah mesem-mesem. Sejak awal ia berangkat dari Roissy Airport, Prancis wajahnya sudah menunjukkan kemurkaan yang teramat sangat. Sekarang, ia telah menginjakkan kedua kakinya di Pulau Vangeline dan berada menghadap gerbang.

Bagaimana ia tidak murka, setahun yang lalu ia tanpa sengaja menandatangani kesepakatan masuk ke sekolah ini dengan paksa. Tak ada pilihan, terjebaklah ia di pulau terpencil di belahan bumi antah berantah.

"LIAT AJA BAKAL KUAPAIN INI SEKOLAH! HAHAHAHAHA!" cowok ini, Gerard, berteriak dengan kencang dan tanpa malu di depan pintu gerbang dan kerumunan banyak orang sebayanya. Ia pun tertawa maniak dengan raut wajah yang sangat kesal



oot : bikin ulah bikin ulah #digebuk

"Ah di sini benar-benar nyaman yah.."

Emma mencari sumber suara itu, lalu ia melihat seorang laki-laki berambut abu-abu kebiruan. Emma tersenyum kepada laki-laki itu

"Benar.. Ahh... Nama saya Emma, bolehkah saya mengetahui nama anda?" Ucap Emma dengan senyumannya yang khas.

"LIAT AJA BAKAL KUAPAIN INI SEKOLAH! HAHAHAHAHA!"

Setelah Emma berbicara kepada laki-laki disebelahnya, terdengar suara penuh emosi dari laki-laki di depan gerbang Vangeline. Emma melamun melihat kearah lelaki berambut emas itu.

"Tinggi banget....!!!!!" Emma menjerit di dalam hati

"LIAT AJA BAKAL KUAPAIN INI SEKOLAH! HAHAHAHAHA!"

Masih dalam posisi duduknya, Luce mendengar seseorang berteriak. Dilihatnya sumber suara teriakan itu, seorang cowok yang sekikas nampak gak tau malu dan gak tau diri berdiri di depan gerbang yang masih tertutup itu.

"Wkakakakaka~~
Ternyata ada berandalan yah.."

Diucapkannya pendapat yang ia peroleh dari pandangannya tentang anak berambut emas itu. Bukannya tidak suka atau pun cari masalah, namun ia ingin iseng menyindirnya. Siapa tahu bakal ada hiburan selagi menunggu dibukanya gerbang sekolahnya..

"Benar.. Ahh... Nama saya Emma, bolehkah saya mengetahui nama anda?"

Ah ternyata gadis bermata abu-abu di sebelahnya merespon ucapannya. Nampaknya ia anak yang cuku ramah, tidak seperti manusia berambut emas yang nampak berencana melakukan sesuatu terhadap sekolah ini.

"Tentu saja boleh.. Namaku Luce.. Semoga kita dapat berteman baik ya~"

Ia pun menjawab pertanyaan gadis di sebelahnya sambil memasang senyuman di wajahnya.

OOT : mari kita bikin ulah plus ngacau*dibantai*

Semua perhatian jadi tertuju pada Gerard. Give me the spotlight. Kesan pertama yang teramat buruk telah ia dapatkan, akankah ke depannya orang-orang illfeel terhadapnya? Mari kita lihat saja xD.

Meskipun banyak orang melihat ke arahnya, Gerard merasa ada sebuah pandangan yang berbeda. Ia berbalik arah dan bertemu pandang dengan seorang gadis yang sedang santai duduk di bawah pohon rindang.

Gerard agak lama menatap gadis itu. Namun dibuyarkan dengan komentar seorang siswa yang juga duduk dekat gadis itu.

"Wkakakakaka~~
Ternyata ada berandalan yah.."

Hah? Berandalan? Gerard berpikir kemana-mana. Di sekolah yang dikatakan 'elit' ini, masih ada berandalan? Berarti tindak kekerasan dan bullying tetap terjadi dong. Masih mending sekolahnya yang lama, semua murid tidak pernah cari ribut dan selalu mematuhi peraturan. Okeh, sekolah lamanya memang sekolah terbaik di Prancis.

Gerard pun berjalan mendekati cowok bermata emerald itu.

"Berandalan? Siapa?", dengan polosnya ia bertanya. Padahal berandalan yang dimaksud siswa itu adalah dirinya...



oot : maafkan sikap bodoh anak ini

"Tentu saja boleh.. Namaku Luce.. Semoga kita dapat berteman baik ya~"

Emma menjawab dengan senyum
"Ya" satu kata diucapkan olehnya, lalu ia kembali melihat kearah 'berandalan' yang disebut-sebut oleh Luce.

Emma dengan wajah yang rada-rada cengo + shock terkejut karena laki-laki 'berandal' itu berjalan menuju kearah Luce. Lalu Emma mendengar perkataan dari si 'berandal'

"Berandalan? Siapa?"

Ya... Emma tau perkataan itu ditujukan kepada Luce, tetapi Emma yang mendengarnya langsung menahan tawa-nya

"pfffftt......" sambil menunduk dan menutup mulut-nya, Emma tetap menahan tawa.

OMG...
Ternyata berandalan itu malah menjadi barang unik yang menarik perhatian seluruh murid-murid yang ada di sana. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pandangan yang tertuju ke berandalan itu, termasuk dirinya sih...

Dilihatnya si berandalan itu mendekati dirinya, mau memukul? menghajar? Atau lainnya? Yah apapun itu yang jelas dia tidak merasa ucapannya salah dan tentu saja dirinya sudah bersiap membalas si rambut emas itu apa bila dia mulai memancing adu fisik dengan dirinya.

"Berandalan? Siapa?"

Astaga, ternyata si rambut emas itu sama sekali tak terlihat sama sekali menyadari bahwa dirinyalah manusia yang Luce sebut sebagai berandalan. Luce pun memalingkan wajahnya sejenak dan tertawa pelan. Ia pun langsung menjawab pertanyaan si rambut emas itu setelah selesai memuaskan keinginan tertawanya akibat respon yang kelewat polos dari si berandalan yang ada di depannya itu.

"Tentu saja kau... Jangan bilang kalau tak merasa..."

Ia pun tertawa lepas setelah selesai menjawab pertanyaan si rambut emas di depannya itu. Yah kali ini dia sengaja tertawa sedikit lebih kencang dari sebelumnya, tentu saja tujuannya adalah mengejek berandalan di depannya itu.

"Ya"

Jawaban yang singkat dari sang gadis di sebelahnya, nampaknya dia terpesona dengan berandalan yang berdiri di depannya itu. Ia pun mendekat sedikit ke arah gadis itu dan membisikkan sesuatu ke gadis itu.

"Kau jatuh cinta ya sama orang itu?" ia pun bertanya pada gadis di sebelahnya itu dan kembali sedikit tertawa sambil kembali ke posisi duduk sebelumnya.

"pfffftt......"

Sebuah tawa ia peroleh. Tapi Gerard tetap saja cengo. Apa alasan gadis itu tertawa? Jangan bilang berandalan yang dimaksud sedang berdiri di belakang Gerard dan siap menerror.

Gerard jadi tak berani berbalik badan.. Komentar dari siswa yang duduk di depannya itu membuatnya tambah cengo dan mematung.

"Tentu saja kau... Jangan bilang kalau tak merasa..."

Seratus panah serasa menusuk tubuhnya #lebe. Kok... kok.... Kok orang itu mengganggapnya berandalan? Mengapa? Gerard sudah siap menerima segala julukan yang akan disandangnya seperti 'norak, nyentrik, dll'. Tetapi berandalan? Tidak sama sekali.

Memangnya berteriak seperti itu hal yang biasa dilakukan seorang berandalan? Bukankah seorang berandalan itu selalu ditindik dan beraura seram seperti di film-film? Bagaimana mungkin seorang murid cowok berpakaian seragam rapih, kancing sampai atas, dasi seperti mau nyekek leher begitu dibilang berandalan?

Dunia luar memang mengerikan....

"A.. aku berandalan? Kok gitu....?" intonasi suara Gerard mengekspresikan kekecewaan yang besar.

Vangeline. Sekolah anak jenius dan esper. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat 'pemborosan' para pemilik sekolah untuk membuat tempat ini. Gila saja! Sekolah macam mana yang mendatangkan siswa dan siswinya via pesawat. Apalagi dengan embel-embel gratis juga dibayari. Well, untuk kasusnya sih memang karena diculik. Namun ia yakin itu adalah permintaan khusus ayahnya untuk mengerjainya. Oh ayah ayah... dirimu tetap iseng sampai hari kepergianku. Haha.

Membawa satu tas duffel yang berat, ia menyelempangkannya di pundak. Ia masih menggunakan baju bebas berupa kemeja putih dengan dasi hitam dan celana kain hitam. Sepatu kets dengan setia menemani dirinya. Kakinya pun melangkah turun dari mobil. Gerbang depan itu ramai. Penuh dengan orang-orang yang nampaknya adalah calon murid sekolah ini. Sama seperti dirinya. Beberapa berbincang-bincang dan beberapa hanya berdiri menatap gerbang.

Mendesah kecil, moodnya sedang ramah hari ini. Melihat cuaca cerah langit. Dirinya pun memutuskan untuk menghampiri seorang gadis dan dua orang pemuda yang sedang asyik berbicara. Hanya terkejut untuk mendengar sebuah teriakan.

"LIAT AJA BAKAL KUAPAIN INI SEKOLAH! HAHAHAHAHA!"

Ia terdiam. Satu pikiran terbersit di otaknya sendiri, membuatnya terpaksa menahan tawa. Aduh, ada juga yang sudah... gila? dari sananya. Oh, ia yakin orang itu akan mencekiknya hingga mati jika ternyata manusia yang berteriak seperti itu adalah seorang esper pembaca pikiran. Mari berdoa saja manusia itu benar-benar bukan esper. Bisa jerit-jerit dia.

"A.. aku berandalan? Kok gitu....?"

Tawanya membludak. Ia terpaksa tertawa kencang sambil memegangi perutnya. Oh ya ampun. Orang ini memang kaget atau cuma dibuat-buat? Siapa yang tahu. Hanya saja... manusia di depannya ini lucu. Gerard namanya ya? Sayang sekali ia tidak bisa meneriakkan nama itu keras-keras, atau dirinya sendiri akan kehilangan 6 bulan masa hidupnya.

Sebuah senyum menggantikkan dirinya. Sesekali ia harus mengigit bagian dalam mulutnya untuk mencegah tertawa lagi.

"Pagi, pak berandal. Nona dan tuan pencinta pohon," Sapanya dengan gaya butler menemui majikkannya. Merendahkan badan dengan tangan bersilang ke dada. Tentu saja, hanya sebagai candaan belaka. Tipe manusia seperti dirinya sih, tidak akan cocok jadi butler. Terlalu... gila.

"Kau jatuh cinta ya sama orang itu?"

Emma langsung memegang koper mini nya, lalu berdiri dan membuat keributan(?)

"Apa maksud perkataan mu..??" dengan wajah kaget bercampur ingin ketawa, Emma menggengam erat-erat koper mini nya untuk menahan tawa

"Konyol... haha" Ucap Emma dalam hati


Masih dalam posisi berdiri, Emma melihat pemuda lagi(?) yang baru saja turun dari mobil lalu tertawa dengan hebohnya. Sepertinya pemuda itu pendatang terakhir? mungkin saja... karena gerbang sekolah ini memang sudah terlihat amat ramai.

Laki-laki berkemeja putih itu lalu berjalan ke arah pohon. Emma hanya berharap supaya tidak ada tambahan orang aneh di sekitar nya...

"Pagi, pak berandal. Nona dan tuan pencinta pohon,"

Ah... Kecewa lah Emma, dia dihampiri oleh orang aneh lagi,
tak adakah perempuan didekat sini?? halooo... jadi harem! Emma menjerit dalam dunia pikirannya sendiri.

Lalu Emma kembali duduk dibawah pohon
"Saya bukan pecinta pohon..." Emma tertawa kecil.

"Pecinta pohon atau lingkungan hidup lainnya tak cocok untuk Esper yang bisa menghancurkan benda seperti ku... ahahah"

oot: ikutan desu~ /bletak
~~
"Haaaah~" Christella menghela nafas dalam saat menjejakkan kakinya di depan gerbang. Gerbang masih juga belum dibuka, membuatnya kesal setengah mati. Menunggu lagi, menunggu lagi. Dia sudah mempertaruhkan semuanya untuk masuk ke dalam Vangeline, dan...Yang benar saja! Masa' banyak murid sudah menunggu dan gerbang belum juga dibuka?! "Aww, membosankan..." gumam sang gadis bersurai pirang ini. Menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri, lalu menarik diri dari kerumunan. Seorang pria bersurai emas, lalu juga...Dua orang lainnya. Bukannya tidak peduli, namun memang tidak mau tahu.

celletile sos ciel
The vivid, beautiful sky

clare hopb
Transparent heart

faura wearequewie selena Metafalica
The little bird desires to play the Song of Hope

Sepenggal lagu yang membuat langit terasa lebih biru, hanya untuknya saja. Ups, moga-moga tidak ada yang mendengar.

Kehadiran seorang siswa lain semakin membuat Gerger geger #plak. Kenapa orang itu tertawa? Pertamanya masih tertawa kecil dan ditahan-tahan sesudahnya, ia lepaskan tawa itu sekencang mungkin. Melukai hati sang pemuda #lebe.

"Pagi, pak berandal. Nona dan tuan pencinta pohon,"

Komentar ini... Komentar ini.... Gerard tak bisa berpikir jernih lagi.. Ia menarik dasinya hingga simpulnya terlepas dan membuka 2 kancing kemejanya yang teratas.

"Ngajak berantem hah??", ia benar-benar kehilangan kesadarannya dan bergaya ala preman beneran.

Namun......

"Ampun, ampun, ampun, ampuni aku ya Tuhan, Ayah, Ibu", ia dengan autisnya sujud-sujud di pinggiran jalan dengan tampang hampir nangis....

Gerard, kau semakin aneh saja....

Di tengah-tengah ke-eksentrikannya itu, ia mendengar sebuah lagu teralun dengan indahnya. Liriknya, entahlah. Cowok muda ini tidak mendengar dengan jelas atau, mungkin bahasa asing yang tak ia ketahui? Lagu tersebut menyejukkan hati yang mendengarnya.

Ia pun mencari asal suara, seorang gadis, rambut pirangnya bermandikan surya dan terlihat sangat berkilau. pake sunsilk ya #plak

Matanya hanya terpana memandang gadis itu yang langsung ia alihkan, sudah dikira 'ga waras' kemudian 'berandal' setelah itu 'preman' sekarang... mau jadi 'stalker' juga?

Bibirnya dengan segera terkatup rapat setelah sepenggal lagu yang dia ciptakan itu dinyanyikan. Di wajahnya terulas sebuah senyum manis dan kacamatanya berkilau ditimpa sinar matahari.

"Aduh, silau." gumamnya sebentar lalu menggunakan tangannya untuk menudungi matanya.

Dirinya diam sebentar, lalu merasa ada seseorang yang mengawasinya, dengan segera ditolehkannya kepalanya ke arah perasaan tak enak itu.

Pria bersurai emas yang tadi sempat dijumpainya. "Ada yang bisa kubantu, Tuan Surai Emas?" tanyanya dengan riang. Maaf saja, karena dirinya tidak tahu harus dipanggil apalagi si pria bersurai emas itu.

Emma. Tertegun dengan pemandangan sangat 'aneh' disekitarnya
Emma mulai menggila sendiri karena pusing + stress + bingung dengan habitat(?) baru yang ternyata heboh seperti ini.

"aa.... semuanya.... bisa tolong tenang?" Ucap Emma dengan lemas, sepertinya dia mabuk udara? tapi masa efek nya baru sekarang? ahh ntah lah.. Emma fisik nya memang lemah kan?

"ahh bodoh sekali aku, mana bisa menyuruh orang sebanyak ini untuk tenang" pikir Emma dalam hati sambil menggelengkan kepalanya.

Permisi....
saya Join....

------------------------------------------------------------------------------------------
Location : School Gate
Time : 07.30 AM

Azkar Vester, anak laki-laki berambut cokelat beiris biru ini terdiam memandang gerbang itu dengan pandangan datar. "Ini sekolah ya... Besar juga...", gumannya datar. Dia berjalan memasuki gerbang itu dengan santai. "Vangeline", begitulah yang dia dengar sebelum Pepe menghilang dari hadapannya ketika tiba di pintu gerbang itu. Yang dia dengar dari Pepe, tempat yang akan dia tinggali adalah tempat yang membuatnya bisa hidup dengan tenang dan damai seperti dulu. Pepe juga berkata padanya bahwa tempat itu hanya mereka berdua yang tahu, ya... Pepe dan tentu saja Azkar.

Azkar menenteng tas dan kopernya lalu berjalan melewati pintu gerbang itu. Suasananya saat melewati pintu gerbang itu terasa berbeda. Hawanya yang sejuk, pepohonan yang rindang, udara yang menyegarkan dan langit yang biru.... Mengingatkan Azkar pada kampung halamannya sebelum kejadian mengerikan itu terjadi padanya.

"LIAT AJA BAKAL KUAPAIN INI SEKOLAH! HAHAHAHAHA!"

Suara yang cukup keras hingga membuat Azkar tersadar dari lamunannya, "Suara siapa sih?", guman Azkar agak kesal. Dia mencari sumber suara tersebut lalu menemukan seorang laki-laki yang terlihat agak seperti berandalan bersama segerombolan orang-orang yang sedang berada dibawah pohon yang rindang. Dia juga mendengar berbagai macam keributan disana, "Seperti anak kecil saja!", gumannya pelan lalu segera memasang earphone-nya.

"ahh bodoh sekali aku, mana bisa menyuruh orang sebanyak ini untuk tenang"

Dia menangkap pikiran seseorang dari kerumunan tersebut. Suaranya seperti seorang gadis. Tapi disana ada dua gadis. Pasti gadis berambut pirang kecokelatan itu. Azkar lalu berjalan menuju kerumunan tadi sembari melepas earphone-nya, "Hei! Kalian bisa tenang tidak!! Seperti anak kecil saja!" kata Azkar agak keras dan dingin. Dia melakukan hal ini karena kasihan melihat gadis itu tak mampu menenangkan mereka yang sedang ribut ini. "Biarkan saja mereka!", kata Azkar pada gadis itu melalui telepathy-nya, berharap gadis itu mampu menangkap pikiran Azkar.

Tersenyum kecil saat nona itu membantah nama panggilan darinya namun kembali duduk di bawah pohon. Entah kok tambah kelihatan tak masuk akal? Ia memandang gadis itu dengan senyum lebar lalu mengucap kata tanpa suara, yang jika dibaca adalah 'bohong'.

Tiba-tiba saja Pak Berandal tersebut membuka dua kancing kemeja... strip tease? Oh bukan... ngajak berantem rupanya. Sayangnya, berantem dengan anak sekolahan tidak mengandung keuntungan ne? Jelas ajakan itu akan ditolaknya... Well, itu kalau orang itu tidak tiba-tiba tersungkur di tanah dan mulai memohon ampun. Memang gila? Beber fakta kok, bukan mengejek.

Di satu sisi, ada suara nyanyian seorang gadis yang cukup... menggeser moodnya. Hmm, esper? Mungkin saja.

"aa.... semuanya.... bisa tolong tenang?"

Tak terlalu menghiraukan perkataan gadis itu. Hei, ia hanya tertawa saja loh, setelah itu menutup mulutnya dengan sempurna. Kini, ada... yang ikutan menyuruh tenang? Astaga, ini sekolah sayang. Pasti ada yang ribut bukan? Maklumilah jika hal itu tidak berdampak serius bagi dirimu. Hmm, pengecualian bagi gadis manis yang tampak sakit itu. Nampaknya keributan memang menganggu ya? Baiklah, ia tak akan berbuat macam-macam.

"Hei! Kalian bisa tenang tidak!! Seperti anak kecil saja!"

Suara itu entah... membuatnya agak sebal. Jangan menyuruh seenaknya. Toh kalau ia menurut, apa juga untungnya? Memang pemuda itu akan lemas juga kalau terlalu ribut?

"Jangan jadi pahlawan kesiangan, kau sendiri juga ribut kan?" Ujarnya dengan suara pelan.

OOC : Untuk PM Azkar, saya cari gara2 sama chara anda ya? =)) =)) *duak!*

Ah, mendengarkan lagu pagi hari memang sagat menyenangkan. Ia berharap jika ia bisa menjalani hari-hari disekolah baru dengan baik. Dan lagipula, ia yakin kalau hari ini akan bertemu dengan hal-hal yang menarik.

Ketika sampai didepan gerbang sekolah, terdengar beberapa keributan yang ada disana. Bahkan lebih ribut dari suara lagu yang sedang ia dengar di headset miliknya yang terpasang di kuping.

"Whoa, hari pertama sudah sangat ramai!" Laki-laki jangkung itu menatap kearah kerumunan itu dan melihat seseorang yang ia kenal. Siapa lagi kalau bukan sepupunya Lascivia.

"Oyasumi Lascivia-chan~!" Dengan kata-kata Jepang yang sagat kacau dan juga sembarangan, ia 'menyerang' salah satu laki-laki yang ada disana, yang merupakan sepupunya itu.

OOT : kaga Yaoi! itu emang kebiasaan dia, n kata-kata oyasumi emang sengaja disalahin

"Jangan jadi pahlawan kesiangan, kau sendiri juga ribut kan?"

Azkar mencari sumber suara yang terdengar pelan tapi begitu tajam ditelinga Azkar. Sosok anak laki-laki berambut pirang yang dari tadi terlihat tersenyum tak begitu mempedulikan keributan tersebut. "Ehem... Maaf Tuan Muda!", kata Azkar sambil menekankan kata Tuan Muda kepada anak laki-laki berambut pirang itu. "Aku tidak ribut! Aku hanya menyuruh tenang bukan? Jadi untuk apa ribut-ribut. Lagipula aku tidak begitu suka keributan!", jawab Azkar santai sambil kembali memasang earphone-nya dan akan segera pergi dari tempat itu. Dia itu lebih suka menyendiri dari pada harus bergerumunan seperti itu.

"Oyasumi Lascivia-chan~♥!"

Datang lagi seorang anak laki-laki yang sepertinya terlihat menyapa pada orang yang ada didepannya ini. Satu lagi orang yang mungkin akan menambah keributan di pagi yang indah dan tenang ini. "Ehem... Logat Jepangnya lucu... Apa dia memang aseli Jepang?", guman Azkar pelan sambil menahan gelinya.


OOC : Buat PM Lacs boleh... tapi Azkar lebih suka diem daripada ribut-ribut *bletak*

OOC : ah anak saya juga gak ribut kok, ngomongnya pelan dan cuma sepatah dua kata *duak!* =)) =))

Ah, sekali dua kali memberikan percikan sarkasme pada suatu pembicaraan itu tak apa kan? Kau tahulah, hal membosankan itu lebih menyakitkan daripada sedikit pertengkaran. Lagipula... anak muda itu sekali dua kali pasti mengalami argumentasi yang besoknya akan terlupakan selayaknya angin lewat. Paling tidak, hal seperti itu berlaku untuknya.

"Ehem... Maaf Tuan Muda!"

Tersenyum dingin mendengar panggilan itu. Tahukah kau betapa terbaliknya perkataan itu untuk mendeskripsikan statusnya?

"Aku tidak ribut! Aku hanya menyuruh tenang bukan? Jadi untuk apa ribut-ribut. Lagipula aku tidak begitu suka keributan!"

Mendengus pelan.

Tidak ribut, tapi tetap berbicara dengan nada keras ya? Maaf-maaf saja, bagi pemuda ini, hal tersebut dapat dibilang 'ribut'. Lagipula... jika tak suka keributan, jangan menggerutu dan membalas kata-katanya dengan lebih dari tiga kalimat. Malah tidak terlihat meyakinkan...

"Kata-katamu terlalu banyak untuk seorang yang benci keributan," Balasnya dengan suara pelan, namun cukup untuk di dengar pemuda itu.

"Oyasumi Lascivia-chan~♥!"

Sebuah pelukan dari belakang. Hampir saja ia terjengkang ke depan jika kaki kanannya tidak menahan tubuhnya. Ia kenal sekali dengan suara itu. Satu-satunya keluarga yang tampaknya ikut masuk ke dalam sekolah ini. Si manusia pengendara paramotor yang tiga tahun lebih tua darinya. Ah, salah satu orang yang cukup membuat Lascivia tercengang dengan bakal atletis kepunyaannya. Mengingat diri sendiri tidak mempunyai fisik kuat.

Tertawa pelan, ia pun mengangkat tangan kanan untuk mengelus kepala Kurtz yang berada di belakang kepalanya. Kok... rasanya posisi ini jadi agak terbalik dengan umur masing-masing? Terserah.

"Ohayou Kurtz, bukan oyasumi,"

"Oyasumi itu ucapan selamat tidur, masa kau mau tidur di depan gerbang sekolah?" Bisiknya pada sepupunya itu.

Tentu saja berbisik, ia masih tak lupa dengan perselisihan antar dirinya dan pemuda yang tadi mengomel itu. Yah, ini bisa saja disebut sebagai ejekan ya? Well, harap saja tidak ada fist fight di sini, atau ia harus melakukan berbagai trik curang.

"Ehem... Logat Jepangnya lucu... Apa dia memang aseli Jepang?"

Ia menatap laki-laki yang sepertinya sedang beradu dengan sang sepupu. Dan sepertinya mereka masih bertengkar ketika Kurtz sedang 'menyapa' sang sepupu.

Aneh ya, padahal ia sedang mencoba bahasa yang sedang ia pelajari sekarang. Merasa ada elusan dikepalanya dari tangan kanan sang sepupu, ia hanya bisa menutup matanya seperti hewan peliharaan yang dielus kepalanya oleh majikannya.

Tunggu!

Ia tidak ingin disamakan dengan hewan!

"Ohayou Kurtz, bukan oyasumi,"

"Oyasumi itu ucapan selamat tidur, masa kau mau tidur di depan gerbang sekolah?"

"Oh, jadi Ohaiyou untuk selamat pagi... Oyasumi untuk malam..." Melepaskan pelukan dan juga elusan kepala sang sepupu, ia hanya mengangguk-angguk seakan mengerti. Lalu, ia melihat semua yang ada disana. Sepertinya suasana disana sedikit tegang.

"Kau membuat masalah lagi Lascivia-kun?" Ia melihat kearah sang sepupu untuk memastikan tebakannya.

Melihat makin banyak orang berkumpul di sana, Christella memutuskan tidak ada salahnya bernyanyi secara lepas, lagipula kan memang suaranya kecil, tidak bakalan ada yang mendengar. Si tuan surai emas masih juga belum menjawab, jadi dibiarkannya saja si tuan muda itu.

"Hei! Kalian bisa tenang tidak!! Seperti anak kecil saja!"
Mendengar perkataan itu, langsung saja Christella memandang lurus kearah si pemuda.

"Kurasa kau yang harus diam! Apa hakmu mengatur kami harus diam atau tidak?" tanyanya tak kalah tajam dari si pemuda yang ber-earphone itu. Kalau dia mau, dia bisa saja melukai si pemuda di tempat. Tetapi, fighting bukanlah kesukaannya, dan kalau bisa, dia tidak mau melukai seorangpun dengan kekuatannya ini.

"Oyasumi Lascivia-chan~♥!"
Astaga ya Tuhanku! ujar Christella terkejut dalam hati. Bagaimana tidak, teriakan mendadak itu mengejutkannya.

Menarik diri dari kerumunan oran-orang tersebut, kini dinyanyikannya lagi sepenggal lagu, kali ini lebih panjang sedikit.

yanyaue lonfa
Oh, precious soul

yasra sarla oz soare
The gentle song of prayer

Presia, ates Metafalica mea
Please, accept my Song of Hope

enne yanje yehah...
And wishing for eternal happiness...

Lagu yang ia senandungkan, untuk sekolah ini, dan orang-orang yang belajar di dalamnya. Semoga saja, lagu ini menjangkau mereka dan bisa membuat mereka bahagia...

"Ada yang bisa kubantu, Tuan Surai Emas?"

shocked berat? tentu saja, siapa yang nggak shocked jika tiba-tiba seorang gadis yang tadi ia tatapi sekarang mendekat dan mengajaknya ngobrol?! Mungkin untuk kasus Gerard... Beban mentalnya lebih parah karena ia mulai memikirkan segala kemungkinan 'mengapa gadis itu datang kemari?'

Mungkinkah gadis itu sadar kalau ia ditatapi oleh Gerard dan merasa risih? Kalau sifat gadis ini pemarah dan mudah tersinggung bagaimana? Jangan-jangan Gerard bakal langsung dihajar setelah menjawab pertanyaannya tadi? Meskipun ia tidak seperti itu, di mata seorang gadis, ditatapi oleh seorang cowok menghasilkan 2 reaksi, senang atau jijik... weew...

Akhirnya Gerard memutuskan untuk menjawabnya, jika ia lama dalam menjawab juga.. Kesannya makin buruk..

"Surai itu apa ya?", akhirnya ia menanyakan hal ga penting..

"aa.... semuanya.... bisa tolong tenang?"

Sebuah kalimat keluar dari mulut gadis pohon (?). Seketika Gerard langsung diam dan mendengarkannya bicara, mengharapkan kalimat kedua. Tapi, sepertinya gadis itu hanya meminta perhatian dan menunggu jawaban.

Sepertinya Gerard dan orang-orang di sekitarnya sudah sebegitu berisiknya hingga sang gadis terganggu? Ditambah lagi dengan keributan 3 orang cowok yang tampaknya telah saling mengenal.. Mungkin waktunya memulai topik baru.

"Emm.. Salam kenal aja deh, saya Gerard asal Prancis", ia memperkenalkan diri sambil tersenyum lebar, memancarkan aura cheerfulnya.

"Kata-katamu terlalu banyak untuk seorang yang benci keributan,"

Cukup kasar didengar di telinga Azkar. Tapi Azkar hanya diam. Bukan berarti tidak bisa melontarkan kata-kata tadi. Dia memang tidak suka cari masalah. Apalagi berkelahi. "Biarlah...", gumannya dalam hati lalu kembali memasang earphone-nya.

"Kurasa kau yang harus diam! Apa hakmu mengatur kami harus diam atau tidak?"

Suatu perkataan yang menantang keluar dari bibir gadis berkacamata itu. Azkar menoleh kearahnya dan memandang gadis itu datar tapi terlihat dingin, "Aku hanya meminta mereka diam! Bukan berarti menyuruh kan?", kata Azkar mungkin sedikit agak menyinggung. Yah... Maklum, dari pada berhadapan dengan perempuan lebih baik dia memilih diam. Daripada terlibta permasalahan lebih jauh, Azkar berjalan menjauhi tempat itu menuju salah satu pohon yang agak jauh tempatnya dari keributan itu. Dia duduk disitu sambil mendengarkan lagu yang mengalun dari earphone-nya

Come, stop your crying, it will be all right
Just take my hand, hold it tight
I will protect you from, all around you
I will be here, don't you cry

For one so small, you seem so strong
My arms will hold you, keep you safe and warm
This bond between us, can't be broken
I will be here, don't you cry

Dia memejamkan matanya sambil menikmati musik yang mengalun itu. Berharap dia tidak menangkap pikiran orang lain dan tidak ada yang memanggilnya lewat pikiran.



OOC : iya tapi pedes neng...*plak*

"Surai itu apa ya?"
Christella yang menghentikan nyanyiannya langsung tertawa. "Tuan, surai itu artinya rambut. Perbendaharaan katamu kurang sekali ya?"

"Aku hanya meminta mereka diam! Bukan berarti menyuruh kan?"
Ah, ternyata si pemuda tidak mau mengakui kesalahannya. Tipe yang paling dibenci Christella. "Meminta dan menyuruh merupakan dua hal yang berbeda! Nada suaramu tadi jelas-jelas menyuruh kami untuk diam!" balasnya tak kalah dingin dari si pemuda.

"Emm.. Salam kenal aja deh, saya Gerard asal Prancis"
Sang tuan surai emas akhirnya memperkenalkan diri. Dari Perancis ya asalnya?
"Oh, kalau begitu, salam kenal Gerard, aku Christella dari Australia." balas sang gadis berkacamata sambil tersenyum manis kepada sang pemuda Perancis itu.